15
tahun sudah aku hidup di muka bumi. Bukan watu yang sebentar, tapi belum pantas
untuk dibilang lama. Pengalaman yang didapat mungkin baru segelas air dari
lautan yang begitu luas. Pahit manisnya dunia yang kurasakan belum seberapa,
tapi ketika mengalaminya seolah kita sudah tahu semua isi dunia.
Salah satu
peristiwa yang paling membahagiakan itu. Ah, membayangkannya saja sudah buat
senyum di bibir ini merekah. Mungkin terlihat sepele, tapi entah kenapa ini
selalu membuatku bahagia saat mengingatnya.
Kejadian
ini berlangsung ketika aku kelas 9 SMP. Detik detik terakhir keberadaanku di
jenjang SMP. Untuk sekolah ku yang hanya punya satu kelas di setiap level, aku
akan selalu sekelas dengan orang yang sama selama tiga tahun. Saat itu tahun
terakhirku. Entah berapa banyak kenangan yang kami buat. Bercanda, tertawa,
tersenyum, marah, bahkan menangis. Banyak sekali hal yang membahagiakan bersama
mereka. Sekelas selama tiga tahun bagaimana tidak. Untung saja aku tidak muntah
karena melihat muka mereka setiap hari. Hahaha.
Hari itu
13 Mei 2015. Hari yang sudah ditunggu – tunggu. Hari ini kami akan melakukan
perjalanan menuju ke daerah Bogor. Perjalanan ini dalam rangka perpisahan
sahabat yang sudah 3 tahun bersama ini. Acara ini berlangsung selama 2 hari. Hari
pertama kami pergi ke Curug Nangka. Dan ini dia puncak acaranya, mendaki Gunung
Salak untuk sampai ke Kawah Ratu. Bagiku, ini pertama kalinya aku naik gunung. Hal
ini sudah kuimpikan sejak lama. Ibuku adalah seorang pendaki gunung saat dulu. Banyak
foto nya yang membuatku iri dan ingin segera merasakan sensasi berada di
ketinggian ribuan meter diatas permukaan laut.
Hari
pertama, akibat jam karet yang dimiliki sebagian besar warga Indonesia,
keberangkatan yang seharusnya pukul 7 mundur jadi jam 9 pagi. Alhasil saat
sampai di Curug Nangka matahari sudah sangat condong ke Barat. Istilah kerennya
“kesorean” wkwk. Kami bermain dan berfoto disana. Kalau dihitung hitung kami
disana hanya sekitar 1 jam. Beberapa temanku merasa kecewa dan mengeluh pada
guruku. “Kurang kuraang” ujar mereka.
Perjalanan
dilanjutkan menuju tempat penginapan. Ah tidak, terlalu keren. Tempat kami
menginap? Ah apa saja lah. Kami menginap di rumah guruku. Guruku punya rumah di
daerah kami. Muat ya di rumah? Ah aku belum menjelaskannya kah? Jumlah murid di
kelasku hanya 14 orang. Ditambah guru 5 orang jadi total 19 orang. Tidak mungkin
tidak muat kan? Anak perempuan tidur di kamar sedangkan anak laki – laki memilih
tidur diluar beralaskan karpet. Mau tahu alasannya? Liga champion. Kalau tidak
salah malam itu akan ada pertandingan yang cukup seru. Entah apa aku tak
mengerti. Maka dari itu mereka memilih tidur di luar agar bisa menonton TV
sambil tidur.
Fajar
datang menyingsing. Kami bangun lalu melaksanakan sholat shubuh berjamaah. Setelah
itu beberapa mandi ada juga yang melanjutkan tidurnya yang lain menonton TV. Sekitar
pukul setengah 7 tukang bubur ayam lewat di depan rumah. Kami pun sarapan
dengan bubur ayam. Mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang yang akan
dilalui.
Tepat pukul
8 kami keluar rumah. Naik ke mobil untuk menuju tujuan kami selanjutnya, Gunung
Salak. Di perjalanan para lelaki tertidur dengan damainya. Tentu kalian tahu
mengapa. Rasa penasaran terus menghantui sepanjang jalan. Raga ini seolah tak
sabar ingin segera mencapai tujuan.
Sampailah
kami disana. Tidak butuh waktu lama, hanya 15 menit. Disana kami dipandu
seorang pemandu yang akan membawa kami sampai ke Kawah Ratu. Perjalanan
dimulai. Baru berjalan dari tempat parkir ke gerbang masuk yang jaraknya
sekitar 500 meter, temanku sudah banyak yang mengeluh. Guruku pun seolah
menyindir kami. “Yang minta kesini siapa? Masa baru segini udah capek” ujarnya.
Kata – kata itu seperti pecut bagi kami. Angkatan ku berisi orang – orang yang
bisa dibilang bandel dan susah sekali diberi masukan. Karena itu, merekaa
seolah diberi sihir dan langsung semangat.
Perjalanan
yang kami tempuh sekitar 4 KM jauhnya. Dengan medan yang becek dan tidak ada
ojek. Bukan hal yang mudah untuk mencapai tujuan. Untung saja di perjalanan
temanku selalu berusaha mencairkan suasana. Entah itu berlaku aneh atau membuat
celetukan – celetukan lucu.
Setelah
kurang lebih 3 jam berjalan, kami sampai juga di Kawah Ratu. Indah. Anugrah tuhan
yang patut dijaga dan dilestarikan. Kami hanya diberi waktu 30 menit disana
karena gas beracun yang ada di kawah. Kami berfoto. Mengabadikan kenangan yang
tidak mungkin terulang. Mengabadikan detik – detik kebersamaan kami.
Ada perasaan sedih terselip di
hati ini bagaimana kami kedepannya? Apakah kelak kami akan tetap seperti ini. Ini
menjadi salah satu pengalaman yang menyesakkan. Menyadari bahwa waktu kami
hanya tinggal sebentar lagi. 2 temanku akan pindah ke daerah lain. Sulit rasanya
untuk mengadakan reuni. Aku? Tinggal di asrama.
Mengingat akan kehilangan guru –
guru yang kebaikannya tak terhingga. Guru – guru yang akan sulit menemukan guru
sebaik mereka di tempat lain selama perjalanan turun itu yang ku pikirkan. Pikiran
itu seolah menutup kenangan indah yang telah terukir tadi. Sempat kutetekan
beberapa bulir air mata saat turun. Untung waktu itu hujan turun. Yah sebetulnya
bukan untung. Tapi karena sedang menangis jadi hujan adalah suatu keuntungan.
Saat sampai dibawah aku langsung
menuju musholla lalu tidur di salah satu pojoknya. Tidak enak ya. Mengakhiri perjalanan
bahagia dengan tangisan. Jadi bisa dibilang pengalaman ini bercampur. Antara sangat bahagia dan
sangat sedih.
Setelah tidur beberapa saat kami
berganti pakaian untuk kembali pulang ke rumah. Saat di mobil semua orang
terlelap. Tapi aku terjaga. Entah kenapa tidak ingin mengakhiri ini semua. Ingin
rasanya mengulang hari dan kembali seperti semula. Tapi kami semua bertambah
tua. Seiring waktu ada kewajiban lain yang harus kami lakukan. Melanjutkan pendidikan
ke jenjang selanjutnya salah satunya.
Perjalanan ini hanya sebentar. Tepi
kenangan yang tersimpan dalam hati ini akan abadi. Sejauh apapun kalian pergi
kuyakin kelak kita akan bertemu kembali. Entah sebagai apa. Entah siapa kita
kelak.
“True Friends are Always Together In Spirit”
Xeracion De Seis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar